Karena Hijab Wujud Ketaatan



Tok tok tok, seseorang mengetuk pintu rumahku.
“Bukain pintunya Fah”, pinta ibu
“Iya bu” sahutku lalu berjalan membuka pintu.
“Loh ada Iffah dirumah” celetuk bude Rani begitu pintu rumah terbuka.
“Iya bude” kataku sambil meraih lengan kanannya dan mencium pungungg tangannya.
“Kapan datang?” tanyanya sambil melangkah masuk rumah.
“Tadi malam bude. Pulang bareng Ayah” jawabku sambil menutup pintu rumah. “Masuk bude! Ibu ada didalam.”
Bude Rani diam sambil menatapku dari ujung kepala hingga kaki. “Kamu kok pakaiannya kayak ibu-ibu sih sekarang” ujarnya sambil tersenyum.
Aku menunduk melihat penampilanku sendiri dari ujung kaki hingga dada. Setelan gamis batik berwarna coklat dan kerudung berwarna krem. Aku hanya tersenyum menanggapi komentarnya terhadap penampilanku
“Laki-laki yang baik tidak akan melihat dari penampilan luarnya, tapi dari sikapnya” sahut Ibu yang tiba-tiba muncul. Aku menoleh pada ibu, lalu kami sama-sama tersenyum. “Buatin bude Rani minum Fah!” pinta ibu. Aku mengangguk sambil beranjak menuju dapur.

***

Aku memandangi bayangan tubuhku yang terpantul dari cermin besar yang ada dikamarku. Masih dengan baju yang sama, setelan gamis batik coklat dan kerudung krem. Yah, sepintas penampilanku yang selalu memakai gamis longgar kemana-mana ditambah model kerudung yang biasa memang membuatku terlihat seperti ibu-ibu. Jika dibandingkan dengan penampilan orang-orang yang seumuran denganku sekarang, yah penampilanku jauh sekali dari kata modis.

Memang, sejak aku memutuskan untuk mengenakan hijab yang syar’i yaitu memakai gamis seperti yang dijelaskan dalam al-qur’an surat al-ahzab : 56 dan kerudung seperti yang dijelaskan dalam surat an-nur : 31, banyak sekali respon yang ku terima. Ada yang merespon positif, tapi yang merespon negatif juga nggak kalah banyak.

Mulai dari teman-temanku yang memandang aneh terhadapku bahkan yang memandang sinis pun ada. Entahlah aku tak tahu apa sebabnya. Tapi bagiku cukuplah perintah Allah yang ku dengar insha Allah semua akan kembali baik-baik saja.

Mungkin bagi kebanyakan orang dijaman sekarang, terlihat asing memang kemana-mana pake gamis nggak peduli tempat ataupun acaranya, selalu saja pake gamis. Mau ke pantai kek gunung kek tengah laut kek pokoknya pake gamis terus. Mungkin itu yang bikin mereka menatapku aneh bin heran. Nggak puas menatapku dengan tatapan yang aneh, ada juga temenku yang tanya-tanya mungkin saking penasarannya dia kali ya sama aku yang kemana-mana keukeuh pake gamis.

Aku inget banget waktu ada acara ospek jurusan di sebuah bukit yang medannya cukup sulit dan waktu itu kita disuruh pake celana olahraga, yah aku ngerti banget itu tujuannya untuk memudahkan kita mendaki, tapi sekali lagi aku nggak mau dan tetep keukeuh pake gamis. Sampai-sampai ada temen yang tanya, “Kamu kok pake gamis sih? kan disuruhnya pake celana olahraga”

Aku tersenyum menanggapi pertanyaannya “aku pakai kok” kataku sambil mengangkat sedikit ujung gamisku untuk menunjukkan celana olahraga yang memang ku kenakan dibalik gamis. Yah memang tidak cocok ke tempat seperti itu dengan memakai gamis, tapi mau bagaimana lagi kalau aku tidak ikut ospek tahun itu, maka aku harus ikut ospek tahun depan. Kalau aku nggak pake gamis, lebih nggak mungkin lagi. Lebih baik aku dihukum karena nggak kelihatan pake celana olahraga dari pada dihukum Allah karena nggak nutup aurat secara syar’i. Tapi untungnya panitia tidak mempermasalahkan bajuku walau pertama melihatku ada yang berkomentar, “Loh dek kok pake gamis? Ganti ya habis ini” katanya. Aku hanya menanggapinya sambil tersenyum.

Nggak cukup sampai disitu, tatapan aneh juga ku dapatkan ketika aku mengikuti praktikum dipantai untuk mengamati dan mengambil salah satu biota untuk diidentifikasi dilaboratorium. Dan juga ketika praktikum di tengah laut mengambil sampel air yang kamudian akan diteliti parameternya. Tatapan aneh itu selalu saja ada bahkan sampai sekarang.

Ku pandangi lagi bayangan tubuhku dicermin. Mendadak kata-kata ibu tadi terngiang ditelingaku dan membuatku tersenyum. Jujur saja awal pertama aku memakai gamis ibuku senang, tapi sedikit khawatir juga mengingat di desaku masih sangat jarang ada orang yang memakai gamis dan juga kerudung. Apalagi waktu itu lagi booming-nya isu terorisme. Walhasil ibu sempat melarangku keluar rumah pakai gamis, takut dipandang negatif sama orang. Tapi perlahan ku jelaskan pada ibu tentang pakaian seorang muslimah yang diperintahkan Allah dalam al-qur’an ditambah hadist Rasulullah yang isinya “Selangkah anak perempuan keluar dari rumah tanpa menutup aurat, maka selangkah juga ayahnya itu hampir ke Neraka. Selangkah seorang isteri keluar rumah tanpa menutup aurat, maka selangkah juga suaminya itu hampir ke Neraka”. Alhamdulillah setelah itu ibuku mengerti dan tidak melarangku memakai gamis lagi bahkan mendukungku dan membelaku seperti tadi.

Itu dari sisi orang tua, kalo teman-teman kuliah masih saja ada yang tanya kenapa begini atau kenapa begitu? Padahal kita sudah saling mengenal kurang lebih 2 tahun. Yah ku tanggapi saja mereka. Aku inget pernah ada teman yang tanya “Kamu kok selalu pake gamis, kenapa? Suka ta?”

“Kalau dibilang suka sih awalnya nggak” jawabku.
“Terus kenapa pake?”, tanyanya.
“Karena ini perintah Allah, pencipta kita. Suka nggak suka ya harus nurut.” Kataku sambil tersenyum. “Tapi alhamdulillah sekarang sudah terbiasa jadi ya suka-suka aja pake gamis.”
“Mak jleb banget sih kamu jawabnya” celetuknya sambil menatap pakaian yang dia kenakan. Sekali lagi aku tersenyum.
Pernah juga waktu nunggu jam kuliah didepan kelas, aku dan teman-temanku berulangkali melihat perempuan muslim mengenakan kerudung yang dimodel-model kayak yang ada dimajalah, televisi dll. Mendadak dia berkomentar.
“Kok mereka bisa ya pake kerudung dibulet-buletin kayak gitu? Nggak kecekik apa ya?” katanya. Aku menoleh pada temanku itu. “Kamu kenapa nggak pake kerudung kayak mereka?” tanyanya padaku.
“Aku?” tanyaku sambil menunjuk diriku.
Temanku mengangguk “Iya”
“Aku nggak suka” kataku sambil menggelengkan kepala. “Lagi pula bentuk kerudung model sekarang banyak nggak syar’inya.”
“Oh” komentarnya.
Yah fakta sekarang memang banyak musliamah yang mulai berhijab, tapi sayang kebanyakan berhijabnya bukan karena wujud ketaatan melainkan karena ikut-ikutan.

Sadari wahai muslimah, berhijab janganlah hanya karena sekadar trend semata. Tapi berhijablah sebagai wujud ketaatan terhadap perintah-Nya. Allah memerintahkan kita untuk menutup aurat bukan untuk mengekang, tapi melindungi dan menjaga kehormatan kita. Karena kita adalah sebaik-baik perhiasan dunia. Perhiasan yang tidak boleh dipandang oleh sembarangan manusia. Tidakkah itu cukup membuat kita sadar betapa Allah menyayangi kita?

Wahai muslimah segeralah berhijab sebagai wujud ketaatan terhadap perintah-Nya. Selagi Dia masih menyayangi kita dan memberi kita waktu untuk taat. Janganlah sampai kita menyesal dihari kelak ketika kita sudah tak bisa lagi taat dan yang ada hanyalah sebuah penyesalan yang sia-sia. #YukBerhijab J

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pendapatan Dalam Negara KHILAFAH. (tanpa cukai)

Memilih atau Golput?

Senandung Ukhuwah.