Indahnya Nasrullah
Ini kisahku di 2013...
Hari
besar itu segera tiba. Sebuah hari yang sejak tiga bulan sebelumnya telah ku
nanti-nantikan, tapi pada akhirnya aku harus menelan rasa kecewa karena aku tak
bisa mengikutinya.
“Kamu nggak bisa ikut Luk?” tanya
salah seorang teman dekatku.
“Hmm” aku menggeleng lemah.
“Kenapa?” tanyanya.
“Ada dua UAP (Ujian Akhir Praktikum)”
jawabku lesu.
“Ya ampun sayang banget” katanya
menyayangkan.
Yah aku sendiri pun menyayangkan.
Sebuah event besar dimana seluruh kaum muslimin yang memperjuangkan
islam berkumpul disebuah tempat untuk menyerukan islam. Menyerukan untuk
kembali pada Allah, mengingat saat ini banyak muslim yang meninggalkan Allah
dan terlalu terlena dengan kehidupan dunia yang fana ini. Sebuah event yang
belum tentu diadakan tiap tahunnya dan sangat penting bagiku, tapi aku tak bisa
mengikutinya karena pada hari yang sama ada dua ujian akhir praktikum yang
harus aku jalani. Berhari-hari aku galau sendiri. Mungkin terlihat lebay, tapi
yah begitulah faktanya.
AKU PENGEN IKUUUUTT!! Rasanya aku
ingin berteriak sambil mengatakan itu. Mungkin bagi sebagian orang yang
menganggap ujian akhir praktikum lebih penting daripada acara itu akan
mengatakan Halah.. UAP tuh penting!! Tapi tidak bagiku. Keduanya
sama-sama penting. Sebagai seorang muslim yang memperjuangkan islam pasti akan
sangat-sangat senang bisa berkumpul dengan orang-orang yang sama-sama
memperjuangkan islam. Bisa bertemu dengan mereka akan membuat kita sadar bahwa
kita tidak memperjuangkan islam sendiri dan hal itu pasti akan membuat kita
lebih semangat lagi dalam dakwah. Percaya atau tidak? Yang jelas aku pernah
mengalaminya. Maka dari itu aku keukeuh banget pengen ikut acara itu.
“Kamu udah coba melobi asisten belum
Luk?” tanya temanku.
Aku menggeleng “Belum”
“Coba dilobi barang kali kamu bisa
nyusul” usulnya.
Jujur aku belum pernah melobi
asisten praktikum. Dan itu membuatku agak takut untuk melobi. Ada rasa
kehawatiran yang sering muncul. Gimana kalo nggak boleh nyusul? Gimana kalo
harus ijin Dosen Pengampu dulu? Gimana kalo ijin dosen pengampu nggak
dibolehin? Haduuuhh.. ribeeett, bingung, takut.Dan pada akhirnya aku memilih
untuk tidak melobi asisten.
Awalnya sih aku pasrah saja Yah mungkin memang nggak bisa ikut
event ini, aku membatin. Tapi begitu hari dimana Event besar itu
dilaksanakan semakin dekat, telingaku tak kuat menahan rasa penasaran
teman-temanku yang mengatakan “Wah nanti acaranya kayak gimana ya? Pasti seru.
Seluruh kaum muslim yang memperjuangkan islam se-Jatim berkumpul untuk
bersama-sama menyerukan dien Allah. Hmmm nggak sabar”. Mendengar itu rasanya
aku geregetan. Argghhhh... jangan ngomongin itu terus dong aku kan juga
pengen ikut tauuuu!! Pengen banget rasanya aku ngomong itu didepan mereka.
Tapi ku urungkan.
H-1 acara atau tepat semalam sebelum event besar itu
digelar, teman-temanku berkumpul dan lagi-lagi mereka membicarakan acara itu.
Hikss.. ya Allah apa aku benar-benar nggak bisa ikut ya? Tanyaku dalam hati.
Lalu terlintas dalam pikiranku tentang usulan temanku tempo hari. Karena aku
benar-benar ingin ikut acara itu, akhirnya aku memberanikan diri untuk
mengirimkan pesan singkat (sms) pada asisten praktikumku. Ku tanyakan apa aku
boleh menyusul UAP?
Sebuah pesan masuk dalam ponselku. “Boleh dek” balasan dari pesan
yang ku kirim. “Alhamdulillah” aku tersenyum lega. “Makasih mbak” aku
membalas pesan itu.
Berarti sekarang tinggal menunggu balasan asisten yang satunya.
Beberapa menit setelahnya sebuah pesan masuk di ponselku. “Nggak bisa dek”
balasan dari salah satu asisten. Hiks,, aku cemberut lagi. Ku balas pesan itu
“Benar-benar ngga bisa ya mas?” tanyaku karena asisten UAP matak kuliah itu
laki-laki. “Iya. Kalau mau, kamu bisa ikut UAP yang jadwal terakhir saja”
balasnya.
Jadwal terakhir? Aku membatin. Seingatku jadwal terakhir praktikum
pukul 15.00 WIB. Sementara acara besar itu dari pukul 08.00-11.00 WIB. Kalau ngaret
paling ya cuam sampai jam 12.00 WIB, perjalanan dari lokasi acara ke kampusku
paling lama 2,5 jam. Sepertinya masih bisa nyusul, aku membatin. Akhirnya aku
mantap memilih jadwal UAP terakhir dan memutuskan untuk ikut acara itu.
“Mbak aku bisa ikut” teriakku pada seorang teman satu kontrakanku sambil
tersenyum lebar.
“Alhamdulillah” katanya.
***
Hari H telah tiba. Ku persiapkan
segalanya. Ku bawa apa-apa yang kuperlukan untuk UAP karena begitu acara
selesai aku berniat langsung menuju kampus. Sampai ditempat acara aku
benar-benar dibuat takjub. Bayangkan 70.000 orang muslim yang memperjuangkan
islam berkumpul dan bersama-sama menyebut asma Allah. Laa ilaaha illallah
muhammad ar rasulullah. Hatiku bergetar mendengarnya. Acara demi acara telah
berlalu dan berakhir tepat pukul 11.30 WIB. Alhamdulillah aku bersyukur
nggak terlalu ngaret.
Suasana luar gedung terlihat sangat
ramai bagai lautan manusia. Iyalah 70.000 orang gimana nggak ramai? Aku
membatin.
Segera aku dan teman-temanku menuju
tempat parkir mobil yang kami carter. Ternyata tempat parkir pun penuh dengan
peserta acara hingga mobil kami tak bisa keluar. “Wah ini ramai banget mbak
belum bisa pulang pasti macet soalnya. Ditunggu dulu saja ya mbak” kata si
sopir. Ku tengok jam masih pukul 12.00 WIB. Fiuhhh masih bisa kok. Ok deh
tunggu sampai sepi. Aku pun mencari tempat untuk duduk.
Menit terus berlalu, tapi suasana
parkir belum juga terlihat sepi. Makin lama makin terlihat banyak. Ku lihat
lagi jam menunjukkan pukul 12.30 WIB. Hmmm... masih bisa kok. Mungkin sebentar
lagi berangkat, aku berusaha menenangkan diri. Menit demi menit kembali berlalu.
Suasana pun sedikit lengang dari sebelumnya, tapi tak ada tanda-tanda si sopir
menyuruh kami masuk mobil. Ku lihat jam lagi, 13.00 WIB. Ku tepuk-tepuk pelan ujung
kaki kananku ke lantai karena aku mulai resah. Ya Allah ini kapan berangkat
pulang?
“Pak kita berangkat sekarang saja”
seru salah seorang temanku yang menjadi koordinator mobil yang kami tumpangi.
“Ini masih ramai loh mbak” kata pak
sopir.
“Nggak papa pak” kata temanku sambil
tersenyum.
Wajah si sopir terlihat tak suka,
meski begitu dia menurut dan memasuki mobil “Ini sih nyusahin sopir namanya”
gerutunya.
Kesal juga aku mendengarnya,
bagaimana bisa dia bersikap seperti itu dihadapan orang yang mencarter
mobilnya? Apa satu jam membuat kami menunggu masih kurang? Argghhh... fiuh,
sabar sabar!! Aku mengelus dada.
Mobil kami pun meluncur meninggalkan
pelataran parkir. Semakin lama riuh suara orang-orang yang berada disekitar
lokasi acara terdengar mulai hilang. Mobil kami semakin menjauhi lokasi acara.
Hatiku mulai tenang karena kami sudah dalam perjalanan pulang.
Sejujurnya aku merasa lelah dan
ingin tidur saat perjalanan, tapi rasa khawatir itu tetap saja menghampiriku.
Takut kalau tak bisa sampai tepat pukul 15.00 WIB. Dan benar saja waktu sudah
menunjukkan pukul 14.20 kami masih baru menempuh tiga per empat perjalanan.
Masih harus menempuh sepertiga perjalanan lagi dan setengah jam tak mungkin
bisa sampai. Aku semakin tidak tenang. Aku mencoba mengirimkan pesan singkat
pada asisten menanyakan bagaimana kalau tak bisa mengikuti UAP hari ini.
Sebuah pesan balasan masuk “Kamu
bisa mengajukan surat untuk mengikuti UAP susulan ke dosen pengampu Prof. Aji
atau Prof. Sudi. Kalau disetujui nanti kamu UAP langsung sama saya.”
Prof. Aji? Dosen yang terkenal killer,
paling nggak suka sama mahasiswa yang suka titip absen dan bolos kuliah
walaupun dia sakit? Kayaknya aku nggak berani kalau harus mengajukan UAP
susulan pada beliau. Akhirnya ku putuskan untuk mengajukan UAP susulan pada
Prof. Sudi.
Esoknya,
berkali-kali ku datangi ruangan beliau tapi selalu sepi tak ada orang. Aku
bingung, gelisah tak tahu harus bagaimana. Aku mencoba untuk menghubunginya, alhamdulillah
bisa dan beliaupun menyetujui surat pengajuan UAP susulan yang aku ajukan.
Sekali lagi aku bersyukur. Alhamdulillah UAP yang ini teratasi tinggal
menunggu kabar kapan UAP susulan satunya dilaksanakan mengingat aku
meninggalkan 2 UAP yang semestinya ku ikuti.
***
Esoknya aku
mendapat pesan singkat yang memberitahukan jam pelaksanaan UAP susulan lainnya
yang diadakan hari kami pukul 06.00 WIB bertepatan dengan jam kuliahku yang
saat itu sedang ada kuis. Astaghfirullah kenapa barengan begini? aku
membatin. Ku coba jelaskan pada asisten bahwa aku tak bisa mengikuti UAP
susulan pada jam itu.
“Nggak bisa
dek, itu jadwal terakhir UAP serentak” balasnya. Glekk.. aku menelan ludah. Ku
coba bujuk lagi asisten untuk memberikan jam lain.
“Ya sudah hari
sabtu gimana? Kamu UAP sendiri?”
Sabtu? Aku
membatin. Aduhhh nggak bisa juga karena hari jum’at sampai minggu aku ada ospek
jurusan. Ku jelaskan lagi pada asisten itu sambil berulang kali ku ucapkan maaf
dan meminta jam lain.
“Kamu ini
gimana sih? Minta UAP susulan dikasih jadwal nggak bisa terus. Ini yang minta
UAP siapa?” balasnya.
Glekk.. ya
Allah mbak asistennya marah. Hiks,, mataku mulai berasa perih pengen nangis. Ku
coba bujuk lagi untuk mengganti jadwal UAP.
“Ya sudah
jum’at habis dhuhur” balasnya.
Jum’at habis
dhuhur? Ya Allah nggak bisa juga, ospek jurusanku kan berangkatnya jam13.00
WIB. Aduhh gimana ini? Air mataku terasa mulai penuh dan ingin tumpah. Aku
menarik nafas panjang berusaha menenangkan diri. Lalu ku coba jelaskan lagi dan
meminta jadwal yang lain.
“Wes kamu nggak
usah UAP aja” balasnya.
Nggak usah UAP?
Hiks.. tes, air mataku benar-benar tumpah. Ku tulis pesan baru untuk asisten
berisi permohonan dengan sangat untuk memberikan jadwal UAP yang lain juga
permintaan maaf yang sebesar-besarnya. Begitu terkirim aku menunngu balasan
dengan gelisah.
Sepuluh menit berlalu tak ada balasan. Setengah jam
berlalu masih tak ada balasan. Aku benar-benar gelisah sampai-sampai air mataku
mengucur semakin deras.
Dua jam
berlalu, tiga jam, empat jam, lima jam... astaghfirullah benar-benar
tidak ada balasan yang masuk. Hiks,, fuuuhhh aku menghela nafas berusaha
menerima semuanya dengan ikhlas dan mempersiapkan diri harus mengulang satu
mata kuliah disemester depan karena nilai praktikum yang kosong.
Drrttt drttt
drrtt. Ponselku bergetar. Dengan malas ku lihat pemberitahuan. Sebuah pesan
masuk. Ku buka..
“Ok hari jum’at
jam 10 TEPAT. Bisa? Kalo nggak bisa ya udah kamu ngulang aja tahun depan!!!”
dari asisten.
Alhamdulillah
bisa!! Aku bisa, batinku sambil tersenyum ku balas pesannya. “Bisa mbak bisa.
Makasih ya mbak. Semoga Allah membalas kebaikan mbak”. Lalu ku kirim pesan itu
padanya.
“Terima kasih
ya Allah” ucapku lirih.
Mungkin bagi sebagian orang cerita ini biasa, tapi
bagiku ini pengalaman luar biasa. Meski sempat merasa ribet ketika pengajuan
UAP susulan, tapi aku tak pernah menyalahkan acara itu sebagai sebab terjadinya
permasalahan yang ku hadapi. Aku menyadari betul ini semua terjadi karena
pilihanku sendiri. Tapi dari situ, aku malah bersyukur. Karena acara itu aku
sadar akan satu hal yang jarang disadari oleh orang lain.
Nasrullah (pertolongan Allah). Orang bilang nasrullah
itu akan datang pada orang-orang yang berusaha untuk menolong agama Allah. Aku
tahu itu. Dan kini aku sangat yakin akan hal itu. Apa yang ku dapatkan diakhir
kisah itu ku anggap sebagai nasrullah yang sangat indah. Padahal aku hanya
mengorbankan hal kecil untuk menolong agama Allah –menunda UAP karena ingin
bersama-sama menyerukan agama Allah dengan para pejuang islam lainnya- hanya
itu. Bayangkan jika kita mengorbankan hal yang lebih besar yang kita miliki
untuk menolong agama Allah. Apa yang akan kita dapat? aku yakin bukan hanya
nasrullah yang akan kita dapat, bahkan pintu surga pun akan Allah berikan pada
kita. Dan itu pasti. Karena Allah tak pernah ingkar janji. J
Berjuanglah kawan! Jangan segan-sengan berkorban untuk menolong agama
Allah.
Komentar
Posting Komentar