because that’s true love



“Oi..” teriakan kecil itu membuatku sedikit terkejut. Aku menoleh sambil melirik sebal.
            “Wa’alaykumussalam warahmatullahi wabarakaatuh”, sindirku karena dia datang bukannya memberi salam malah mengagetkanku.
            “heheh...” dia tertawa, “Assalamu’alaykum Fahita”, sapanya sambil duduk dibangku tepat berhadapan denganku.
            “Wa’alaykumussalam” jawabku sambil kembali mengarahkan pandanganku pada seorang laki-laki dan seorang perempuan yang duduk berdampingan tepat selisih 2 bangku dari bangku yang ku duduki.
            “Liatin apa sih?”, tanya Dina sambil mengikuti arah pandanganku.
            Ku alihkan pandanganku ke arah buku yang tengah ku buka diatas meja, “Bukan apa-apa”, jawabku.
            “Lagi liatin orang pacaran ya?”, tanyanya penasaran. Aku diam. “Ta”, panggilnya.
            “Hmm” sahutku.
            “Gimana pandanganmu terkait pacaran?”, tanyanya sambil melipat tangan didada.
            Aku meliriknya sambil mengangkat sebelah alis. “Menurutmu sendiri gimana?”, tanyaku balik.
            “Emm menurut aku...” Dina diam sejenak sambil merubah posisi duduknya. “Yah, nggak papa asal niatnya nggak macem-macem. Pacarannya yang sehat aja.”
            Aku tersenyum, “Fitnes bareng maksudmu?”
            “Bukan”, katanya sambil mengibaskan tangan kanan didepan wajahku. “Yah.. intinya nggak melakukan sesuatu yang mendekati zina gitu loh. Jadi nggak pegangan tangan, ciuman dan lainnya.” Aku masih tak bergeming sementara Dina diam menunggu responku. “Jadi kalau menurutmu gimana?”, tanyanya lagi.
            Aku menutup buku yang ada didepanku sesaat kemudian menghela nafas pelan, “Sebenarnya dalam islam nggak dibolehinnya pacaran itu bukan atas dasar niatnya yang mau macem-macem atau nggak. Tapi dari aktivitasnya itu yang PASTI mendekati zina. Walau pun nggak pake pegang-pegangan tangan, cuma liat aja kalau terus syahwat bisa naik ya tetep aja dosa. Dan perlu diketahui dalam islam syarat diterimanya amal perbuatan manusia itu tergantung 2 hal. Apa itu?” Dian diam tak menjawab. “Pertama niatnya harus ikhlas karena Allah subhanahu wa ta’ala.”, lanjutku tanpa menunggunya menjawab. “Kedua caranya harus showab atau benar. Contoh sederhananya, kita pengen shadaqah ke panti asuhan. Tapi uang yang kita kasih hasil curian. Nah, pertanyaanku. Apa shadaqah kita diterima?”, tanyaku lagi.
            Dina menggeleng, “Ya enggaklah caranya salah begitu.”
            “That’s point. Okelah niatnya bener pengen bantu orang, tapi cara yang dipake salah. Jadi ya bisa kita tahu kalau shadaqahnya besar kemungkinan nggak akan diterima. Nah sama halnya dengan pacaran kalau pun niatnya benar-benar hanya pengen mengenal lebih dalam calon pasangan kita, tapi cara yang kita pake adalah dengan pacaran. Yah nggak boleh karena apa? Karena islam punya cara tersendiri untuk mengenal calon pasangan kita yaitu dengan ta’aruf. Ta’aruf pun didalam islam si perempuan harus ditemani mahram laki-lakinya. Jadi insha Allah tidak akan terjadi yang namanya pegang-pegangan tangan dan sebagainya.”, jelasku.
            “Mm.. gitu ya.” Dina mengangguk-angguk.
Ku biarkan Dina berpikir sebentar merenungi pembicaraan kami, semenatara aku sendiri juga berpikir mencoba benar-benar mengerti definisi cinta, sebenarnya aku juga nggak begitu tahu itu apa. Yang aku tahu, cinta paling tinggi itu haruslah cinta kepada Allah dan Rasul bukan yang lain sekali pun itu keluarga kita. Jangankan cinta sama orang yang nggak ada ikatan darah dengan kita, cinta keluarga aja kedudukannya nggak boleh lebih tinggi dari cinta kita kepada Allah dan Rasul. Patut dipertanyakan sebenarnya jika ada orang yang katanya berkorban demi cinta tapi yang dilakukan malah durhaka kepada orang tua yang menyuruh kita taat syariat, atau melepas kehormatan kita sebelum adanya ikatan suci pernikahan.
Aneh bukan? Ketika kita rela melanggar hukum syariat hanya demi orang yang baru saja kita kenal. Rela bermaksiat hanya demi orang yang belum pernah berjasa apapun dalam hidup kita. Bagaimana bisa itu disebut cinta? Bukankah itu lebih tepat disebut nafsu belaka?

Sudahlah kawan. Cukup. Sadar. Bangun. Cinta yang seperti itu bukanlah cinta yang sesungguhnya. Cinta seperti itu tak akan pernah bertahan lama. Dia bisa meninggalkanmu kapan saja. Dan ketahuilah sungguh Allah tidak akan pernah meninggalkan hamba-Nya. Maka posisikanlah cinta pada tempatnya. Letakkan derajat cinta yang paling tinggi hanya pada-Nya because that’s true love J

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pendapatan Dalam Negara KHILAFAH. (tanpa cukai)

my beloved nephew

Kesenagan di Dunia atau Kesenagan di Akhirat