A Little Story about My Lovely Mother
IBU. Aku yakin 99,9 % orang yang ada didunia ini pasti menganggap ibu mereka adalah ibu terbaik didunia. Dan aku adalah satu dari sekian juta orang yang masuk dalam ketegori 99,9 % orang yang menganggap ibuku adalah ibu yang terbaik yang pernah ada. Bukan karena ibuku seorang spiderwomen atau superwomen atau batwomen atau super hero lainnya. Bagiku ibuku lebih hebat dari mereka. Dan aku bersyukur karena Allah telah mentakdirkan aku lahir dari rahim seorang ibu yang tangguh seperti beliau (eitss, tapi ibuku bukan kuli bangunan lo ya ^^).
Dimataku, ibuku bukan hanya super hero yang datang ketika dibutuhkan. Tetapi ibuku lebih dari super hero, karena ibuku selalu ada untukku dalam susah maupun senang. Selalu berusaha untuk menjaga, mendidik dan berusaha memberikan yang terbaik untuk anak-anaknya selama baliau masih mampu. Masih ku ingat ketika ibuku sakit, setiap malam tak bisa tidur dan tak kunjung sembuh. Saat itu aku masih duduk dibangku kelas 5 SD. Entah sakit apa dokterpun tak bisa memastikan. Berkali-kali ibuku pergi dari rumah sakit satu kerumah sakit yang lainnya untuk mendapatkan kepastian tentang penyakitnya. Hasil diagnosanya selalu berbeda. Tapi hasil tes darahnya normal.
Hari-hari berikutnya, keadaan ibuku tak kunjung membaik masih tetap merasakan sakit yang sama. Yang paling membuatku sedih, hampir setiap malam ibuku selalu pergi kekamarku. Saat itu aku masih tidur ditemani nenekku. Ketika ibuku datang, nenekku selalu terbangun dan ibuku selalu menangis dipelukan nenekku sambil berkata “Saya sudah tidak kuat lagi bu, semuanya terasa panas”. Saat itu aku masih belum tidur tapi lampu kamarku sudah mati dan akupun menangis diam-diam dalam kegelapan mendengar keluhan dan tangisan ibuku. Aku takut ibuku semakin sedih ketika aku menangisinya, aku hanya bisa meneteskan air mata sambil menggigit bibirku agar ibuku tidak mendengar tangisanku dan dalam hati aku berdo’a Ya Allah sembuhkanlah ibuku, biar aku saja yang sakit jangan ibuku. Begitulah yang terjadi hampir disetiap malam. Bapakku yang bekerja diluar kota pun memutuskan untuk setiap hari pulang melihat keadaan ibuku.
Satu hal yang sangat menyadarkanku betapa ibuku sangat menyayangiku, ketika ibuku masih sakit, ibuku tetap berusaha menenangkanku saat aku ketakutan. Ku ingat saat itu aku baru pulang kerumah dan ibuku memintaku untuk merebus air dikompor minyak tanah yang sedikit lebih modern. Kompor itu jarang digunakan ibuku dan aku pun tak tau cara menggunakannya. Ketika air telah mendidih segera ku pindahkan panci yang berisi air panas itu ketempat lain. Lalu aku bertanya kepada ibuku bagaimana cara mematikan kompornya. Ibuku berkata kecilkan apinya dengan memutar gagangnya lalu ditiup apinya. Ku putar gagang kompor itu kekanan, aku tidak tahu jika memutar kekanan ternyata membuat apinya bertambah besar ketika ku tiup apinya tidak bisa mati malah bertambah besar, aku panik aku takut terjadi kebakaran dan akhirnya aku menangis sambil berteriak memanggil ibuku. Lalu ibuku datang mengecilkan apinya dan menenangkanku. Seperti sebuah ruangan yang tadinya gelap gulita kemudian jadi terang benderang sehingga aku bisa melihat semua dengan jelas betapa ibuku melindungiku.
Tidak hanya itu, tiga tahun setelah ibuku sembuh, ibuku ikut bekerja membanting tulang membantu bapakku untuk menghidupi keluarga kami. Gaji sebagai karyawan disebuah pabrik yang disandang oleh bapakku tidak cukup untuk membiayai kebutuhan keluarga kami. Ditambah sekarang aku sudah kuliah dan biaya kuliah tidak murah. Hingga kini ibuku bekerja menjaga toko dirumah. Sebuah toko yang menjual kebutuhan sehari-hari seperti sembako. Hampir setiap seminggu sekali ibuku pergi kepasar dan ke POM bensin untuk membeli 60 liter bensin yang akan dijual eceran dirumah. Yang membuatku sangat salut sekaligus sedih, ibuku sering membeli bensin 60 liter dan membawanya sendiri dengan motor tahun 75an yang dibelikan bapakku ketika aku kelas 2 SMP. Dan setiap membeli bensin ibuku harus menyebrangi sungai brantas dengan perahu. Yah aku tinggal disebuah kota yang dialiri sungai Brantas. Terkadang tidak hanya membawa bensin tetapi juga membawa belanjaan yang dibeli dipasar. Semua itu sering dilakukan sendiri oleh ibuku, bukan karena bapakku orang pemalas, tapi karena pabrik tempat bapakku bekerja ada di Sidoarjo sementara tempat tinggalku di Jombang. Hal itu membuat bapakku tidak bisa pulang setiap hari. Ditambah lagi prinsip ibuku yang tidak ingin merepotkan orang lain selagi dirinya masih mampu. Ibuku pernah bercerita padaku ketika pulang dari membeli bensin, saat itu ibuku sedang naik perahu dan seorang ibu-ibu bertanya, “Waduh suaminya kemana mbak kok ngangkut bensin sendiri?”, dengan santai ibuku menjawab, “Saya itu takut kalo gantengnya suami saya hilang kalo saya suruh ngangkut bensin”. Ibu-ibu yang bertanya tersenyum. Aku pun tersenyum mendengar cerita ibuku.
Ibuku suka bercanda dan kami sering tertawa bersama. Hal itulah yang membuatku selalu merindukannya. Memang kuliah diluar kota tempat tinggalku adalah keputusanku sendiri, tapi aku tak pernah menyangka betapa tidak enaknya tinggal jauh dari orang tua. Aku masih ingat ketika malam pertama aku tidur sendiri dikos, tiba-tiba saja aku teringat ibuku, merindukan tawanya, merindukan masakannya pokoknya semua tentang ibuku aku rindukan. Awal kuliah aku sering pulang ke rumah walau hanya bisa tidur dirumah paling lama 3 hari dua malam di akhir pekan itu tidak masalah yang penting aku bisa bertemu keluargaku, terutama ibuku. Tapi bukan berarti aku tidak menyayangi bapakku. Aku menyayangi keduanya, hanya saja porsi sayangku kepada ibuku lebih besar. Tapi menurutku itu hal yang wajar, karena ibulah yang selalu dengan sabar merawat, mengajari dan membimbing kita. Ada salah satu nasihat dari ibuku yang sering beliau katakan saat aku masih kecil dan hingga masih melekat dalam otakku. Ibuku bilang, “Jangan terlalu sering melihat orang-orang yang ada diatas kita, karena itu akan membuat kita selalu merasa kekurangan. Tapi lihatlah orang-orang yang ada dibawah kita, karena itu akan membuat kita selalu bersyukur atas apa yang sudah kita dapat”.
Ibu. Satu-satunya orang yang tak pernah bosan mendengar keluh kesah kita dalam menjalani kehidupan. Beribu kata akan dikeluarkan untuk menghibur kita yang sedang sedih, beribu kata juga akan diucapkan untuk menyemangati kita ketika kita jatuh bahkan ibu akan senantiasa mengulurkan tangannya ketika tidak ada orang yang mau mengulurkan tangannya untuk membantu kita. Serta beribu harapan akan terlantun disetiap do’anya. Hebatnya ibu, akan selalu berusaha untuk tersenyum didepan anaknya walau beban hidup yang beliau pikul tidak ringan.
Uhibukifillah ibu, aku mencintaimu karena Allah ^_^
homesick,,,, huhuhu jadi kepengen pulang....
BalasHapus